Langsung ke konten utama

Postingan

Seni Menatah Kayu Jepara dalam Lorong Waktu

  Info Peduli Jepara   Bila sempat menonton Kartini (2017), film besutan Hanung Bramantyo, kita dapat gambaran bagaimana sang gadis bangsawan Jepara berikut dua adiknya tak sebatas memperjuangkan nasib kaum perempuan Hindia Belanda. Dalam satu babak, ketiga putri belia diperlihatkan meninggalkan halaman rumah pingitan, menemui para pengrajin ukiran kayu jati. Pada masa kehidupan Kartini, yaitu di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, komunitas pengukir jati masih terkonsentrasi di Kampung Blakang Gunung, Kecamatan Jepara. Begitulah menurut Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Panggil Aku Kartini Saja. Sekalipun demikian, hasil kriya yang semula hanya dihargai di lingkup kecamatan kecil dalam selang waktu satu setengah abad kemudian dapat ditemukan di berbagai belahan dunia. Oleh karena andil besarnya, Pramoedya menahbiskan pula Kartini sebagai ‘maesenas’ atau pelindung bagi para seniman rakyat. Trinil —panggilan kecil sang putri— menulis serangkaian artikel...

Mengenal Edot Arisna, Penyanyi Luar Biasa Asal Jepara

  Info Peduli Jepara Menyimak berbagai jenis pertunjukan musik di Indonesia, barangkali dapat dikatakan bahwa tidak ada yang lebih meriah dan meriak dibandingkan dengan dangdut. Hal ini bisa diamati melalui tulisan, tuturan, dan tayangan di beragam media massa, perbincangan di lingkungan pergaulan, maupun membludaknya para pengunjung yang menghadiri pertunjukan tersebut. Sulit dimungkiri bahwa dangdut dapat menarik perhatian banyak kalangan. Dangdut, di satu sisi, terbilang mudah menjamah manah masyarakat, khususnya buat yang sedang dalam kesulitan. Larik lirik dangdut yang banyak memuat kisah tentang pergulatan pribadi dalam berjuang di tengah kehidupan sosial yang kadang timpang seakan menjadi penyalur rasa terpendam.  Di sisi lain, dangdut sering dicibir karena dianggap tidak bermutu. Apalagi dangdut terbilang lentur, tak kaku untuk berpadu dengan beragam pengaruh yang tumbuh dalam dunia olah rasa, mulai dari nada ala Timur sampai Barat, tingkat ndeso hingga...

Mengkaji Syair Lir-Ilir Karya Sunan Kalijaga

  Info Peduli Jepara Masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara memilki tipologi tersendiri. Tipologi inilah yang membedakan Islam masuk ke wilayah Nusantara dengan wilayah lainnya. Eropa, misalnya, masuk dan berkembangnya Islam di Eropa melalui kontak senjata, sehingga Islam di Eropa dipandang sebagai sebuah ajaran yang mengajarkan kekerasan. Berbeda dengan wilayah Nusantara, yang begitu lama bergelut dengan budaya Hindu Budha memungkinkan terjadinya benturan budaya dengan kedatangan Islam. Karena memang, Islam masuk ke Nusantara tanpa melalui kontak senjata. Benturan budaya ini mengakibatkan munculnya berbagai ekspresi dakwah para pembawa Islam. Di antarnya adalah ekspresi seni sastra dalam dakwah Walisongo di Jawa. Salah satu bentuk ekspresi tersebut adalah syair-syair. Syair-syair ciptaan Walisongo ini memainkan peran penting di dalam penyebaran Islam di tanah Jawa. Syair-syair ini pula memudahkan para pendakwah di dalam mengajarkan Islam kepada para pemeluk Hindu Budha...

Masjid Sunan Muria, Situs Bersejarah di Atas Ketinggian 1.600 Meter

  Info Peduli Jepara Salah satu situs bersejarah yang ada di Gunung Muria, selain makam Sunan Muria adalah Masjid Sunan Muria yang dibangun oleh Sunan Muria sebagai sarana untuk berdakwah beliau di sekitar lereng Gunung Muria. Masjid ini berada di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus. Masjid ini terletak dipuncak Gunung Muria atau sebelah timur makam Sunan Muria. Tidak banyak sumber yang menjelaskan tentang kapan Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said ini lahir dan membangun masjidnya tersebut, karena di antara para Walisongo. Sunan Muria adalah wali yang paling sedikit penjelesan biografinya dalam catatan sejarah. Masjid ini diperkirakan dibangun pada masa hidup Sunan Muria yaitu sekira abad ke-15 hingga 16. Masjid menjadi simbol dakwah Sunan Muria di lereng Gunung Muria, dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat sekitar yang pada waktu itu banyak yang memeluk Hindu dan Budha. Pemilihan Gunung Muria sendiri disebut sebagai salah satu bagian dari identitas dan sifat Sunan...

Kegigihan Ratu Kalinyamat Melawan Ketidakadilan

  Info Peduli Jepara Rainha de Japara, senhora poderosa e rica (Ratu Jepara, perempuan kaya dan punya kekuasaan besar). Demikian seorang Portugis, Diego de Couto, menggambarkan sosok Ratu Kalinyamat. Nama aslinya Retna Kencana. Sebutan sebagai Ratu Kalinyamat disematkan padanya setelah menikah dengan Pangeran Kalinyamat atau Sultan Hadiri. Mengenai sosok Pangeran Kalinyamat, dia adalah Pangeran Toyib, putra Sultan Munghayat Syah, Sultan Aceh pada 1496-1528. Pangeran Toyib berkelana ke Tiongkok, dan diangkat anak oleh Tjie Hwio Gwan, dengan nama angkatnya Tjie Bin Tang yang dalam ejaan Jawa menjadi Win-tang. Diceritakan bahwa Win-tang dan ayah angkatnya pindah ke Jawa. Di tempat barunya, Win-tang berhasil mendirikan wilayah Kalinyamat, sehingga dia pun dikenal sebagai Pangeran Kalinyamat. Babad Tanah Jawi versi W.L. Olthof mengabarkan bahwa Ratu Kalinyamat adalah keturunan dari Sri Sultan Demak, yaitu Sultan Trenggana, yang memiliki enam anak. Anak pertama, perempu...

Turuk Bintul, Jajanan Jepara yang Namanya Jorok Tapi Rasanya Gurih Pulen

Info Peduli Jepara Jepara tak hanya kondang karena ukiran dan wisata pantainya. Di kota ukir ini ada turuk bintul alias kemaluan wanita berbisul yang rasanya gurih pulen dan enak. Nama turuk bintul terdiri kata 'turuk' yang merupakan nama kemaluan wanita yang sering dipakai sebutan orang Jawa . Sedangkan kata 'bintul' yang berarti bengkak kecil atau berbisul kecil. Jajanan ini secara umum berbentuk lonjong dengan ada taburan kacang tolo. Seolah-seolah terdapat bekas bintul atau bengkal kecil. Rasa turuk bintul enak, kenyal dan gurih. Apalagi ditemani secangkir kopi dan teh hangat. Jajanan ini berasal di salah satu daerah yang ada di Jepara, tepatnya dari desa Pendosawalan kecamatan Kalinyamatan kabupaten Jepara. Nama makanan tersebut belum jelas asal asulnya namun sejak dari zaman leluhur mereka sudah ada makanan tersebut.  Menurut beberapa sumber, kata ‘turuk’ atau torok berarti taruh atau menaruh, sedangkan ‘bintol’ adalah bentol. Jadi turuk bintol ini ad...

Masjid Mantingan, Bukti Warisan Pejuangan Perempuan

  Info Peduli Jepara Masjid Mantingan letaknya 5 KM ke arah selatan dari kota Jepara, terletak di desa Mantingan, Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara. Masjid ini didirikan tahun 1481 Saka atau tahun 1559 M atau 966 H. Tahun tersebut berdasarkan petunjuk dari condro sengkolo yang terukir pada mihrab Masjid Mantingan berbunyi rupo brahmana wanasari. Menurut HJ Degraaf dan TH Pigeaud tahun 1559 adalah periode setelah meninggalnya Pangeran Prawata dan Ki Kalinyamat (Sunan Mantingan), termasuk periode kekuasaan Ratu Kalinyamat di Jepara. Pangeran Hadirin atau Ki Kalinyamat ini meninggal tahun 1549. Masjid ini memiliki fungsi untuk menyebarkan Islam dan pertahanan spiritual rakyat kraton Jepara yang diperintah Ratu Kalinyamat, untuk memperkokoh kraton Jepara saat itu. Dari Mantingan ini pula, pusat ukir-ukiran mula-mula diajarkan yang sekarang menjadi tradisi ukir di Jepara, dengan pengajarnya patih Jepara sendiri, seorang China dengan gelar Patih Sungging Bandar Duwung. “S...