Langsung ke konten utama

Asal Mula Mitos Larangan Pria Kudus Menikahi Wanita Jepara

 

Info Peduli Jepara

Pernikahan pada hakikatnya adalah hak setiap pasangan laki-laki dan perempuan untuk mengikatkan janji suci untuk saling mencintai selama masa hidupnya. Namun di Indonesia, pernikahan menjadi bagian dari sebuah budaya di mana keluarga besar dari kedua belah pihak ikut berperan besar.

Karena peran besar keluarga yang sudah turun temurun ini, muncul juga sebuah anggapan yang kemudian menjadi mitos yang  masih dipercaya oleh generasi lama di setiap daerah yang ada di Indonesia.

Seperti mitos yang berkembang di Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara di mana ada larangan pernikahan antara pria asal Kudus dengan wanita asal Jepara. Sejarah awal mula berkembangnya mitos ini mirip dengan mitos larangan pasangan dari Suku Jawa dan Suku Sunda untuk menikah.

Awal berkembangnya mitos ini muncul dari cerita balas dendam Arya Penangsang terhadap penguasa kerajaan Demak Sunan Prawoto atau Raden Mukmin yang memerintah pada tahun 1546-1549.

Diceritakan Arya Penangsang yang dikenal sebagai Adipati Jipang membunuh Sunan Prawoto karena sebelumnya Sunan Prawoto atau yang memiliki nama lain Raden Mukmin yang diejawantah dari nama Tionghoa Muk Ming, terlebih dahulu membunuh ayah dari Arya Penangsang yang bernama Suryowiyoto. Suryowiyoto yang dikenal  juga dengan sebutan Raden Kikin ini dibunuh melalui orang suruhan Sunan Prawoto saat pulang salat Jumat.

Raden Kikin dibunuh di pinggir sungai dengan keris yang dicuri dari Sunan Kudus. Kemudian mayat Raden Kinkin dibuang di sungai dengan keadaan mengambang, hingga mendapat sebutan Pangeran Seda ing Lepen  (Bahasa Jawa: Pangeran yang mati mengambang di sungai).

Hingga tewasnya Sultan Prawoto oleh Arya Penangsang menimbulkan reaksi tidak terima dari Ratu Kalinyamat, yang merupakan putri dari Sultan Trenggono yang menjadi adipati di Kadipaten Jepara pada era abad ke-15. Dirinya bersama suaminya yang seorang saudagar China bernama Tjie Hwio Gwan yang dikenal dengan nama Pangeran Toyib dan oleh Kerajaan Demak diberi gelar sebagai Sultan Hadirin, bersama-sama memimpin Kadipaten Jepara.

Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin yang tidak terima atas kematian Sultan Prawoto mendatangi Sunan Kudus, salah satu Wali Songo, penyebar dakwah agama Islam di daerah pesisir utara Jawa untuk meminta keadilan atas tewasnya Sultan Prawoto.

Perlu diketahui bahwa Sunan Kudus merupakan salah satu Wali Songo yang memiliki murid paling banyak, dan salah satu muridnya adalah Arya Penangsang. Saat itu Sunan Kudus menjelaskan kepada Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin bahwa yang dilakukan Arya Penangsang adalah bentuk tindakan setimpal, karena kerabat mereka Sultan Prawoto juga terlebih dahulu telah membunuh ayah dari Arya Penangsang.

Mendengar jawaban itu, Ratu Kalinyamat merasa tidak puas dan melakukan protes dengan bertapa telanjang di Bukit Danaraja di Kadipaten Jepara. Dirinya tidak akan berhenti bertapa sampai Arya Penangsang yang memiliki nama lain Ji Pang Kang itu meninggal dunia.

Inti dari kisah ini adalah rasa ketidakpuasan Ratu Kalinyamat, kerabat Sultan Prawoto atas respons Sunan Kudus saat meminta keadilan sehingga sejak saat itu munculah larangan pernikahan antara perempuan Jepara dan pria Kudus dan masih dipegang oleh kalangan generasi tua dari kawasan tersebut.

Dalam menyampaikan awal mula berkembangnya mitos ini, sang naravlog telah melakukan studi lapangan dengan melakukan penelusuran informasi di kalangan tradisional di Kudus, Pati dan Jepara. Selain itu, dirinya juga telah melakukan studi literasi, seperti kisah Babad Tanah Jawi dan Babad Demak.

Sc: kuduskita

 

Komentar