![]() |
Info Peduli Jepara |
Salah satu situs bersejarah yang
ada di Gunung Muria, selain makam Sunan Muria adalah Masjid Sunan Muria yang
dibangun oleh Sunan Muria sebagai sarana untuk berdakwah beliau di sekitar
lereng Gunung Muria. Masjid ini berada di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus.
Masjid ini terletak dipuncak Gunung Muria atau sebelah timur makam Sunan Muria.
Tidak banyak sumber yang
menjelaskan tentang kapan Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said ini
lahir dan membangun masjidnya tersebut, karena di antara para Walisongo. Sunan
Muria adalah wali yang paling sedikit penjelesan biografinya dalam catatan
sejarah. Masjid ini diperkirakan dibangun pada masa hidup Sunan Muria yaitu
sekira abad ke-15 hingga 16.
Masjid menjadi simbol dakwah
Sunan Muria di lereng Gunung Muria, dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat
sekitar yang pada waktu itu banyak yang memeluk Hindu dan Budha. Pemilihan
Gunung Muria sendiri disebut sebagai salah satu bagian dari identitas dan sifat
Sunan Muria, yang tidak suka dengan popularitas, sehingga beliau memilih
berdakwah di lereng Gunung Muria.
Beliau rela meninggalkan
kesultanan Demak yang dibangunnya bersama wali lainnya dalam mengangkat Raden
Fatah sebagai sultan pertama, namun beliau memilih hijrah untuk mencari
ketenangan dan mendekat dengan rakyat dipinggiran kekuasaan. Padahal jika mau,
Sunan Muria bisa berada dalam lingkaran politik kekuasaan pada masa itu.
Masjid yang menjadi salah satu
situs penting sejarah Islam di Indonesia ini, berada di ketinggian 1.600 meter.
Masjid ini telah dipugar beberapa
kali, sehingga sudah tidak terlihat sebagai bangunan tua dan asli. Hanya
beberapa bagian saja yang masih nampak asli sampai sekarang. Selain itu, di
dalamnya juga masih meninggalkan berbagai peninggalan Sunan Muria. Seperti
Mihrab (tempat imam), Umpak Batu, tempat penyangga tiang masjid sebanyak empat
buah. Yang konon dibawa dari Bali, dan sebuah beduk.
Nama Muria sendiri Menurut
Sholihin dalam bukunya Kudus Purbakala Dalam Perjoangan Islam,
diidentifikasikan dengan nama sebuah bukit di dekat Yerussalem, Palestina.
Bukit tersebut bernama Gunung Moriah. Di mana Nabi Daud dan putranya Nabi
Sulaiman membangun sebuah Kenisah (semacam rumah ibadah) di puncak gunung
tersebut.
“Jika nama kota Kudus diilhami
oleh berdirinya Masjidil Aqsha yang populer dengan nama Masjid Menara Kudus,
nama Muria mengingatkan kita pada sebuah bukit yang ada di dekat kota Baitul
Maqdis atau Yerussalem”.
Masjid Sunan Muria bukanlah
satu-satunya masjid yang dibangun oleh Sunan Muria, di mana sebelumnya beliau
pernah membangun masjid di desa Kajar yang sampai saat ini masih menjadi
petilasan yang dikenal dengan Pesiget. Namun, Sunan Muria kurang nyaman untuk
menyiarkan agama Islam disana.
Kemudian Sunan Muria berpindah ke
tempat yang lebih tenang. Selanjutnya, beliau membangun masjid di Bukit
Pethoko. Akan tetapi, karena bising dengan suara anjing menggonggong, akhirnya
beliau berpindah dan membangun masjid disalah satu puncak Gunung Muria.
Sunan Muria sendiri dikenal
sebagai sosok yang sederhana dan tidak suka kemewahan serta popularitas.
Kesederhanaan tersebut ditunjukkan dengan pemilihan pegunungan Muria, untuk
hidup dan berdakwah. Sunan Muria pertama kali membangun masjidnya adalah dengan
kayu dan beratap dedaunan.
Masjid ini oleh sejumlah wali
pernah mendapat pujian salah satunya adalah pujian dari Sunan Kudus, karena
terlihat bersinar. Karena pujian tersebut, akhirnya Sunan Muria membakarnya.
Hal ini membuktikan sosok Sunan Muria yang tidak suka dengan pujian, namun usai
dibakar, beliau membangun kembali masjid tersebut dengan bangunan dan atap yang
sederhana.
Salah satu peninggalan Sunan
Muria yang masih asli dan ada di dalam Masjid Sunan Muria adalah Mihrab. Mihrab
tersebut terbuat dari batu yang disusun tanpa semen, di mana bagian luar
dihiasi dengan ukiran. Pada bagian ujung kanan dan kirinya, dihiasi dengan
piringan keramik kuno. Yang berjumlah 30 an, terdiri 20 piringan kuning dan 10
piringan hijau.
“Sedangkan bagian atap mihrab
terdapat keramik yang berisi tulisan Arab, yang merupakan wiridan Sunan Muria
sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh Habib Lutfi”.
Selain Masjid, peninggalan Sunan
Muria yang masih ada sampai saat ini adalah gentong (tempat air). Yang terdapat
di selatan makam atau area pintu keluar makam Sunan Muria. Para peziarah
biasanya memanfaatkan air dari gentong ini untuk minum. Dipercaya bahwa airnya
mempunyai keberkahan dan bisa menyembuhkan penyakit. Air yang ada di gentong
tersebut berasal dari mata air yang dipercaya sebagai tempat wudhu Sunan Muria
yaitu Sendang Rejoso.
Selain masjid dan gentong, ada
juga peninggalan Sunan Muria lainnya yaitu pelana kuda yang setiap tahun ada
tradisi rutin untuk membasuhnya, yang bernama tradisi Ngguyang Cekathak.
Tradisi ini dilakukan ketika musim kemarau tiba tepatnya pada hari Jum’at Wage,
sebagai sebuah tradisi yang dipercaya bisa mendatangkan hujan. Dan tradisi
tersebut sudah dilakukan masyarakat setempat sebelum Sunan Muria berdakwah di
situ.
“Sunan Muria pada masa hidupnya
dikenal egaliter dan merakyat serta dekat dengan rakyat jelata. Salah satu
ajaran sosial Sunan Muria adalah Pagerono Omahmu Kanthi Mangkok (pagarilah
rumahmu dengan mangkok)”.
Petuah ini mempunyai makna
tentang untuk saling bergotong royong, tolong menolong dan membantu mereka yang
membutuhkan.
Untuk mencapai masjid yang berada
di timur makam Sunan Muria ini, kita bisa melalui dua jalur. Jalur pertama
yaitu dengan naik tangga yang jumlahnya sekitar 700 an atau sekitar 1 km lebih.
Jalur kedua yaitu dengan ojek untuk para peziarah, yang beroperasi dari area
parkir wisata religi Sunan Muria ke makam Sunan Muria.
Jika ingin mencoba adrenalin,
maka perlu untuk mencoba naik ojek tersebut. Jika ingin menikmati nikmatnya
muncak dan mempunyai tenaga lebih serta merasa masih berjiwa muda, kiranya bisa
naik anak tangga dengan menikmati oleh-oleh yang ada di kawasan wisata religi
makam Sunan Muria. (atk)
Penulis: Nur Hasan
Sumber artikel: alifid
Komentar
Posting Komentar