Info Peduli Jepara |
Setiap kendaraan bermotor
Indonesia selalu memiliki kode wilayah yang diwakili oleh simbol-simbol. Simbol
ini bisa dilihat dari penggunaan huruf di depan plat Nomor Tanda Kendaraan
Bermotor (TNKB).
Pelat nomor adalah kelengkapan
yang wajib dimiliki setiap kendaraan bermotor. Dalam pelat nomor tercantum
nomor polisi yang merupakan kombinasi huruf dan angka pada nomor polisi.
Kombinasi tersebut terdiri dari
satu atau dua huruf di depan, satu hingga empat angka di tengah, dan satu
hingga tiga huruf di belakang.
Huruf awal dalam kombinasi nomor
polisi menandakan kode wilayah kendaraan bermotor, yang ditunjukkan mulai huruf
A sampai Z.
Sebagai contoh plat motor dengan
huruf A di depannya, berarti motor itu berasal dari daerah sekrasidenan Banten.
Huruf B untuk Jabodetabek, dan D untuk Kabupaten Bandung, dan lain sebagainya
sampai Z.
Tapi mengapa tidak ada huruf C
dalam pengkodean wilayah plat kendaraan bermotor?
Pada sejarahnya penggunaan kode
wilayah pada pelat nomor dimulai pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Akibatnya, masyarakat menggunakan bahasa Belanda dan bahasa Indonesia untuk
berkomunikasi.
Saat itu masyarakat masih
menggunakan bahasa Indonesia dengan ejaan lama. Dalam ejaan lama atau yang
dikenal dengan ejaan Soewandi abjad C ditulis dengan huruf TJ.
Walau tidak digunakan untuk
kendaraan pribadi, akhirnya pelat nomor dengan huruf C digunakan untuk
kendaraan-kendaraan khusus. Pelat nomor dengan kode CC digunakan untuk staf
konsulat atau kendaraan wakil pemerintah negara lain yang ditugaskan di Indonesia.
Sementara itu, pelat nomor dengan
kode CD adalah kesatuan atau anggota diplomatik negara lain yang bertugas di
Indonesia. Sebenarnya, tidak hanya C, ada beberapa huruf yang tidak dipakai
kode wilayah di TNKB, seperti J, X, I, dan O.
Awal Mula Pemakaian Plat Nomor
Sejarah penggunaan pelat nomor
kendaraan dimulai dari Perancis pada 1893 silam. Kala itu tujuannya adalah
meregistrasikan kendaraan, supaya bisa diambil pajaknya untuk pembangungan
infrastruktur.
Wilayah yang pertama kali
menggunakannya plat nomor sebagai identitas kendaraan adalah Departemen Seine.
Kemudian menyebar hingga ke seantero Perancis pada tahun 1901.
Uniknya, pelat nomor ini terdiri
dari tanpa pengenal yang langsung dibuat secara personal oleh pemilik
kendaraan. Tak lama berselang, tepatnya di tahun 1904, Jerman pun memutuskan
untuk melakukan hal yang sama.
Sayangnya, baik Perancis maupun
Jerman belum mengesahkan legalitas dari pelat nomor ini, sehingga Belanda pun
menjadi negara pertama yang mengumumkan plat nomor sebagai identitas kendaraan
secara sah di mata hukum dan wajib dimiliki oleh setiap pemilik kendaraan di
tahun 1898.
Di Amerika Serikat, tepatnya di
wilayah negara bagian West Virginia dan Massachusetts, plat dibuat bukan dari bahan
logam seng seperti sekarang, melainkan dari keramik. Sayangnya, kedua material
ini sangat rentan pecah. Maka solusinya adalah dengan mengganti pakai logam.
Kemudian secara global, pelat
nomor digunakan oleh seluruh negara di dunia pada 1965. Pada saat itu, mobil
sudah banyak berlalu lalang di jalan.
Sejarah Plat Nomor Di Indonesia
Sejarah plat kendaraan di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kedatangan tentara Inggris di Batavia,
tepatnya pada tahun 1810. Saat itu Inggris menduduki Batavia dengan 15.600
pasukan, menaiki 60 kapal dari daerah koloninya di India.
Inggris kemudian membuat aturan
mengenai kendaraan di jalan raya. Mereka memberi tanda huruf B untuk kendaraan
yang ada agar mudah dikenali.
Huruf tersebut dipakai karena
wilayah Batavia direbut oleh pasukan Batalion B. Penomorannya sama seperti
penomoran kendaraan sekarang, huruf B di depan diikuti dengan angka.
Setelah Batavia, Banten kemudian
menjadi wilayah selanjutnya yang ditaklukan oleh pasukan Batalion A. Di sana
mereka juga menandai wilayah tersebut dengan kode A.
Kemudian berturut-turut, wilayah
yang direbut adalah Surabaya (Batalion L) dan Madura (Batalion M) pada 27
Agustus 1811. Wilayah lainnya juga berhasil direbut oleh masing-masing batalion
sesuai dengan huruf wilayah plat nomor kendaraan pada zaman sekarang.
Di Pekalongan, pasukan Inggris
melucuti senjata tentara Belanda dan hingga saat ini penggunaan plat G adalah
merujuk pada Batalion G Pasukan Inggris yang mengambil alih kekuasaan. Hingga
akhirnya keseluruhan Pulau Jawa dapat jatuh ke tangan Inggris pada 18 September
1811
Sementara itu wilayah Yogyakarta
atau Solo terdiri atas 2 huruf; AB, AD. Pasalnya, wilayah tersebut merupakan
wilayah Kerajaan Mataram, yang merupakan negara merdeka tersendiri, bukan
merupakan wilayah Belanda.
Kerajaan Mataram memilih menyerah
dan bergabung dengan Inggris, sehingga dikirimlah Batalion A didampingi dengan
Batalion B untuk wilayah Yogyakarta. Sebagai tanda kendaraan digunakanlan huruf
AB.
Setelah Belanda kembali pada
1816, mereka tetap melanjutkan sistem nomor polisi ini dengan menerapkannya ke
Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku, yang dimulai dari
Sumatera Selatan. Sistem penomeran itu berlanjut hingga Indonesia merdeka.
Khusus kode W dan Z memiliki sisi
historisnya sendiri, yang kini ternyata diaplikasikan tanpa mengadopsi sistem
batalion tersebut. Wilayah W Sidoarjo, dahulu masih satu kesatuan dengan
Surabaya berkode L, sedangkan Z yang sebelumnya masih berkode D yang merupakan
eks-Karesidenan Parahyangan.
Penulis: Rizky Kusumo
Sumber artikel: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/05/18/alasan-tidak-digunakannya-huruf-c-pada-plat-kendaraan-bermotor-di-indonesia
Komentar
Posting Komentar