![]() |
Info Peduli Jepara |
Menziarahi kehidupan Raden Ajeng
Kartini, tidak akan lengkap tanpa menyelami perjalanan panjang Sosrokartono.
Ya, Sosrokartono merupakan sosok penting pada fase awal pergerakan
keindonesiaan. Ia menelusuri pengetahuan Barat, menyelami kontestasi politik dunia,
serta melampauinya dengan kembali pada akar tradisi Timur, spiritualitas
Nusantara.
Kakak kandung RA Kartini ini,
memiliki kehidupan yang menarik, lengkap dengan lika-liku perjuangan di dunia
internasional: belajar di Belanda sewaktu kolonialisme menggurita, menjadi
wartawan perang di Eropa, dan kembali menyepi di tanah Jawa. Sosrokartono
menghayati falsafah Alif, sesuatu yang membuatnya istiqamah berderma dan
mengabdi.
Sosrokartono lahir di Mayong
Jepara, pada 10 April 1877. Ia terlahir dengan nama Raden Mas Panji
Sosrokartono, putra Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara.
Sewaktu kecil, Sosrokartono
mengenyam pendidikan di Eropesche Lagere School di Jepara. Kemudian melanjutkan
belajar di HBS Semarang. Sebagai anak Bupati Jepara, Sosrokartono mendapatkan
akses pendidikan yang memadai. Dalam sebuah riwayat, bersama adiknya, RA
Kartini, Sosrokartono mengaji kepada Kiai Saleh Darat di Semarang.
Kiai Saleh merupakan ulama
rujukan pada zamannya. Beberapa kiai dan tokoh pergerakan mengaji kepada Kiai
Saleh, di kampung Darat Semarang: Kiai Ahmad Dachlan, Kiai Hasyim Asy’ari dan
beberapa tokoh pergerakan Islam. Berkat usulan dari Raden Ajeng Kartini, Kiai
Saleh menulis kitab tafsir berbahasa Jawa: Faidlur Rahman. Kitab ini menjadi
kitab tafsir legendaris dalam kajian Islam Nusantara.
Sosrokartono dan RA Kartini
memiliki sanad keilmuan dengan Kiai Saleh Darat. Penulis menduga, interaksi
inilah yang menjadi basis dari spiritualitas Raden Mas Panji Sosrokartono. Ia
melalang buana ke Eropa, belajar di Belanda dan menjadi wartawan perang dari
New York Herald Tribune, Sosrokartono tidak kehilangan spiritualitas hidupnya.
Sewaktu belajar di Belanda,
Sosrokartono menjalani laku hidup menyerupai bangsawan Eropa. Ia sering hadir
ke pesta-pesta bangsawan, bergaul dengan diplomat dan pengusaha. Namun,
Sosrokartono tidak lupa dengan tanah airnya, ia tetap kokoh berusaha untuk
melawan kolonialisme. Dalam sebuah Kongres Bahasa dan Sastra di Belgia,
Sosrokartono mengutuk penjajah, seraya membela nilai-nilai tradisi dan istiadat
tanah asalnya.
Ketika belajar di Belanda,
Sosrokartono bersitegang dengan Snouck Hurgronje. Bahkan, Snouck pernah
bersumpah jika ia masih memiliki kuasa di dunia akademik Belanda, pemuda
bernama Sosrokartono tidak akan lulus.
Meski demikian, Sosrokartono
tetap keras kepala dan konsisten dengan pendiriannya, seraya memilih belajar
keras untuk menguasai bahasa-bahasa. Ia menjelma sebagai petualang bahasa,
menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa Nusantara. Penguasaan bahasa yang
spektakuler ini membuka peluang pertemanan Sosrokartono dengan simpul-simpul
pergerakan dari pelbagai negara.
Menyelami Alif, Memahami Sosrokartono
Lalu, bagaimana makna penting
dari simbol Alif yang didengungkan Sosrokartono? Bagaimana simbol ini
mempengaruhi laku-lampahnya?
Di sebuah rumah di kota Bandung,
yang ia sebut ‘Darus Salam’, Sosrokartono meresapi makna hidup. Ia memilih
untuk mengobati orang sakit, keahlian yang ia miliki sejak kecil. Sewaktu di
Eropa, Sosrokartono pernah menyembuhkan putra temannya yang sakit parah, hanya
dengan menyentuhkan tangan di dahi anak yang sakit.
Apa makna Alif bagi Sosrokartono?
Sebagaimana wejangan-wejangan kepada muridnya, Sosrokartono memaknai simbol
Alif sebagai perlambang Allah, Sang Pencipta Semesta. Alif sebagai permulaan, sebagai
awal dari kejadian, metafora bagi tahapan kehidupan. Selanjutnya, Alif yang
tegak berdiri juga melambangkan kekuatan jiwa, keteguhan tekad, sekaligus
ingatan untuk terus mengakar, menancap di bumi.
Dalam sebuah risalah,
Sosrokartono menyampaikan:
“..Ping kalihipun
perlu babat lan ngatur papan kangge masang alif. Masang alif punika inggih
kedah mawi sarana lampah. Boten kengeng kok lajeng dipun chantelaken
kemawon, lajeng dipun tilar kados mepe rasukan”.
(..yang keduanya perlu membuka
dan mengatur tempat untuk memasang Alif. Memasang alif itu harus dengan
penghayatan. Tidak boleh hanya dicantolkan begitu saja, lalu ditinggal layaknya
menjemur pakaian).
Baginya, Alif tidak hanya huruf
biasa, tapi mengungkap rasa. Raden Mas Sosrokartono memiliki tiga buah Alif:
(1) Sang Alif warna hitam, dengan dasar putih. (2) Sang Alif warna putih,
dengan dasar biru muda. (3) Sang Alif warna putih, dengan dasar merah.
Lapis-lapis makna Alif dari Sosrokartono, mewarnai nuansa kehidupan.
Sosrokartono menanggalkan hiruk
pikuk kehidupan seorang wartawan: ia memilih bertafakur dalam kesunyian dan
mengobati mereka yang kesakitan.
Dalam sepenggal perjalanan
hidupnya, Sosrokartono sampai pada kesimpulan bahwa manusia itu perlu
menuntaskan diri, atau mencukupkan diri dari segala kebutuhan dunia. Ilmu
kanthong kosong kanthong bolong, merupakan kristalisasi dari falsafah hidupnya
tentang makna berderma.
“Nulung pephadane ora
nganggo mikir wayah, wadhuk lan kanthong. Yen ana isi lumunthu marang sesami”.
(Menolong sesama, tidak perlu memikirkan waktu, perut dan kantong/uang. Kalau
saku berisi, mengalir kepada sesama).
Demikian petuah Sosrokartono
kepada muridnya, kepada pengikut-pengikutnya. Dari Sosrokartono, kita belajar
bagaimana memaknai kehidupan, meresapi perjalanan di Semesta Cahaya (*)
Sumber artikel : alif id/ Penulis:Munawir Aziz
Komentar
Posting Komentar