![]() |
Info Peduli Jepara |
Nimas Ratu Kalinyamat,
Tilar pura mertapa aneng wukir, Tapa wuda
sinjang rambut, Aneng wukir Donorojo,
Aprasapa nora tapi-tapian ingsun, Yen tan
antuk adiling Hyang,
Patine sedulur mami (Masya, 1991: 24)
Tembang Pangkur di atas merupakan kutipan dari penggalan naskah Babad Tanah Jawi yang mengisahkan makna “topo wudo” bertapa tidak mengenakan busana yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat. Jika diterjemahkkan secara bebas kira-kira sebagai berikut.
Nimas Ratu Kalinyamat,
Meninggalkan Istana
bertapa di Gunung,
Bertapa tidak mengenakan busana berkain rambut Bersumpah (tidak) akan sekali-sekali memakai pakaian, Jika tidak memperoleh keadilan Tuhan
Permasalahannya adalah benarkah Sang Ratu Jepara ini bertapa tidak mengenakan busana yang di dalam naskah digambarkan tubuhnya hanya ditutupi oleh rambut yang terurai panjang. Kalimat “tapa wuda sinjang rambut” dalam naskah Babad Tanah Jawi ini melahirkan berbagai tafsir di kalangan para ahli yang tidak ada habis- habisnya diteliti dan dikaji. Sebagian besar para ahli beranggapan bahwa fenomena seorang ratu sebagai panutan rakyat bertapa tidak mengenakan busana tidaklah mungkin dalam budaya Jawa yang kuat akan nilai-nilai moralitas. Topo Wudo Ratu Kalinyamat harus diartikan secara simbolis dan bukan secara harafiyah. Makna simbolis topo wudo tidaklain lebih menggambarkan proses pensucian diri dengan meningalkan keduniawian, gemerlapnya istana dengan cara turun gunung untuk menjadi pertapa. Bahasa perlambang atau pasemon ini sudah menjadi kebiasaan orang Jawa dalam mengemukakan sesuatu.
Dengan demikian anggapan yang mengatakan bahwa Ratu Kalinyamat bertapa tidak mengenakan busana adalah pendapat “ngawur” tanpa dasar dan pertanda merereka tidak mengerti sejarah yang sebenarnya siapa Ratu Kalinyamat itu.
Secara genaologis
Ratu Kalinyamat adalah putri dari Sultan Trenggono, Penguasa ketiga Kerajaan
Demak setelah Pangeran Sabrang Lor dan Raden Patah. Nama aslinya adalah Retno
Kencono yang berkuasa sebagai Adipati Jepara yang wilayahnya mencakup Kudus,
Pati, Rembang dan Blora. Dari sini dapat diketahui, Ratu Kalinyamat di satu
sisi mewarisi garis kebagsawanan Kesultanan Demak Bintoro, disisi lain dalam
darahnya mengalir darah kewalian, karena dia adalah cucu Raden Patah. Dari
genealogi tersebut tidak masuk akal jika Ratu Kalinyamat yang dibesarkan dalam
tradisi Jawa keraton melanggar dari nilai-nilai kewanitaan atau bertapa tidak
mengenakan busana.
Komentar
Posting Komentar