Wanita layaknya seorang budak,
hanya disuruh dan dipekerjakan tanpa adanya upah. Jelas sangat sulit pada waktu
itu bagi para wanita untuk bersuara, mereka tidak punya ruang maupun
kesempatan. Mau bagaimana lagi, mereka hanya menjadi bawahan, pendidikan pun
tak didapatkan karena pendidikan hanya diprioritaskan untuk kaum lelaki.
Kalaupun ada wanita yang memperolehnya, itupun hanya bagi kalangan elit pejabat
saja.
Kartini merupakan seorang yang
sangat cerdas, tidak hanya cerdas dalam pendidikan tetapi juga mengenai “rasa
sosialnya”. Hal ini sangat terlihat dari usahanya untuk menjunjung derajat kaum
wanita ke taraf yang “sama” dengan kaum lelaki. Sederhananya, ia mengupayakan
agar apa yang dapat diperoleh kaum lelaki juga dapat diperoleh kaum perempuan.
Ia sendiri merupakan contoh nyata dari semangat emansipasi yang ia usung. Baik
kecerdasan, semangat, kesabaran, keuletan, semua itu ada pada dirinya sebagai
bahan utama untuk dapat bersaing dengan kaum lelaki. Hanya dengan cara itulah
wanita dapat dihargai, dihormati, dan dapat disamakan dengan kaum lelaki untuk
mendapatkan kesempatan yang sama.
Jika membahas emansipasi wanita,
menurut saya, ada satu hal yang menjadi kunci utama, yaitu tentang “semangat
juang wanita”. Tidak hanya terbatas pada soal pendidikan, apapun itu wanita
harus mempunyai semangat juang. Dalam kepemimpinan misalkan, wanita harus mampu
menjadi salah seorang yang berdiri pada barisan terdepan, memperjuangkan apa
yang ia pimpin, dengan begitu seorang wanita akan berada sejajar atau malah
lebih tinggi dari kaum lelaki.
Kita ambil contoh Ibu Susi
Pudjiastuti, seorang wanita yang pernah menjabat sebagai Menteri Kelautan dan
Perikanan. Semua orang pasti tahu akan ketegasan, keuletan, serta kesabaran
beliau dalam menjelaskan tugas-tugasnya. Mungkin saja banyak orang akan menyangka
bahwa ia lebih garang dan tegas dari pada menteri-menteri lain yang notabene
mayoritas laki-laki.
Semangat yang sama juga
ditunjukkan oleh seorang wanita terhormat, jauh pada era awal- awal Islam.
Siapa sangka, Siti Aisyah, seorang wanita yang dinikahi Nabi pada umur yang
masih belia–jika dilihat dengan kacamata sekarang–suatu saat akan menjadi
seorang yang sangat berpengaruh dalam Islam terutama dalam proses
penyebarluasan hadis Nabi. Aisyah merupakan salah satu perawi hadis terbanyak
mengalahkan perawi hadis yang lain. Ia merupakan salah satu Ummal Mu’minin yang
sering dijadikan rujukan oleh kalangan sahabat untuk menanyakan suatu
permasalahan yang bisa saja tidak terjawab jika ditanyakan kepada perawi
dikalangan sesama sahabat.
Pernah suatu ketika Siti Aisyah
ditanya tentang hukum mencium istri pada saat berpuasa, apakah membatalkan atau
tidak? Beliau menjawab bahwa Nabi biasa menciuminya sedang Nabi berpuasa. Ini
menunjukan bahwa Siti Aisyah adalah orang yang sangat penting dan sangat
dibutuhkan dalam sejarah Islam. Begitu banyak ilmu yang kita dapatkan hanya
melalui jalur Aisyah. Hadis-hadis Nabi yang berhubungan dengan hal-ihwal
kepribadian Nabi, hubungan dengan istri-istri Nabi, banyak sekali yang
diriwayatkan oleh Siti Aisyah secara gamblang. Bagaimana jadinya jika tidak ada
Aisyah, kepada siapa sahabat akan bertanya, karena terkadang istri Nabi yang
lain pun tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh Aisyah. Dengan ini pula
terlihat jelas akan kecerdasan Aisyah, ia begitu jeli memperhatikan Nabi. Jika
ada hal-ihwal Nabi yang bermuatan hukum, maka ia akan meriwayatkannya. Tak
heran mengapa begitu banyak riwayat yang ia sampaikan dan begitu banyak sahabat
yang hormat kepadanya.
Kecerdasan, kesalihan dan dedikasinya pada keilmuan merupakan tiga hal yang menjadikan beliau begitu terhormat dikalangan para sahabat. Memang Aisyah tidaklah seperti RA Kartini yang begitu terang-terangan mengedepankan emansipasi wanita, akan tetapi, seperti apa yang saya sampaikan tadi, bahwa “semangat juang wanita” benar-benar dimiliki oleh Siti Aisyah. Dengan semangat beliau dalam meriwayatkan hadis, juga melalui majelis ilmu, beliau benar-benar menjadi sosok wanita yang mulia, tanpa adanya gerakan emansipasi pun, Siti Aisyah telah menunjukan apa yang harus dilakukan kaum wanita, yakni “semangat juang wanita”.
Inilah yang seharusnya para wanita kini tiru, mengenai semangat juang,
apapun keadaannya, apapun profesinya, wanita memiliki kesempatan yang sama,
semangat, kegigihan, dedikasi yang tinggi, merupakan modal utama. Bukan tentang
siapa yang paling berpengaruh, apakah wanita ataupun laki-laki, lebih dari itu,
melainkan siapa yang paling berjuang. Wallahu a’lam.
Penulis: Ahmad Fatir Ahdar
Sumber Artikel: alif id
Komentar
Posting Komentar